Ali Mochtar Ngabalin saat masih menjadi fungsionaris Partai Bulan Bintang (kanan/ilustrasi)



NGABALIN NEWS -- Komnas HAM akan menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menandatangani draf perpres agar TNI tidak dilibatkan dalam penanganan terorisme karena khawatir terjadi pelanggaran HAM. Pihak Istana tak sepakat dengan pernyataan Komnas HAM.

Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan Komando Operasi Khusus (Koopssus) dibentuk untuk menghadapi ancaman terhadap negara. Pasukan khusus dari tiga matra ini dibentuk demi menjaga keutuhan Indonesia.

"Pertama Koopssus masuk pada tindakan cepat operasinya, operasi khusus. Karena operasi khusus, maka tiga matra (yaitu) darat, laut dan udara. Operasi khusus itu untuk apa? Karena ancaman bangsa dan negara itu semakin nyata dalam keseharian ini, umpamanya ancaman terhadap ideologi negara, ancaman sistem pemerintahan kita," kata Ngabalin saat dihubungi, Kamis (8/8/2019) malam.

Ngabalin mengingatkan sudah ada pihak-pihak yang menyatakan secara terbuka mengutarakan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Dia mengkritik Komnas HAM yang malah menyudutkan institusi negara.

"Kalau Komnas HAM punya pernyataan seperti itu, punya kecurigaan terhadap pribadi dan institusi negara itu tidak boleh. Tidak boleh memojokkan institusi negara yang namanya TNI. Itu Koopssus tiga matra loh," tuturnya.

Dia mengatakan saat ini negara sudah sangat terbuka. Siapa saja bisa mengontrol dan memantau kerja negara. Menurutnya, kalaupun TNI melakukan pelanggaran, maka publik bisa langsung menyampaikan kritik.

"Kawan-kawan harusnya mengerti, situasi negara kita kan bukan Orde Baru lagi, neraga ini sangat terbuka, demokrasinya terbuka, komunikasinya terbuka. Orang bisa lakukan kontrol lewat media sosial, media mainstream. Kenapa harus curiga terhadap institusi negara?" ucap Ngabalin.

Ngabalin mengatakan Jokowi punya tujuan baik membentuk Koopsus. Kerja Koopssus dengan Densus 88 milik Polri pun sudah diatur agar tidak tumpang tindih.

"Jadi presiden punya orientasi yang lebih maju dengan membentuk Koopssus. Mestinya kita lebih positif terhadap menilai langkah pembentukan Koopssus. Kan ada aturan mainnya, pembagian kerja dengan Densus. Tidak serta merta seperti yang dikhawatirkan. Bersabarlah, jangan beri penilaian yang cenderung ada rasa curiga. Ini kan (pembentukan Koopssus) untuk kepentingan bangsa dan keselamatan negeri ini," kata dia.

Sebelumnya, Komnas HAM meminta Presiden Jokowi tidak menandatangani draf perpres tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme. Komnas HAM menilai perpres tersebut berpotensi adanya pelanggaran HAM.

"Kami berharap presiden tidak menandatangani (draf) perpres tersebut dan mengevaluasi kembali fungsi dan tugas pokok Koopssus. Ini kan sudah lama kami minta tidak melampaui batas, ternyata cuma ganti nama dari Koopssusgab menjadi Koopssus saja," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Jakarta Selatan, Kamis (8/8).

Ia mengatakan perpres itu mengatur ruang lingkup terlalu luas meliputi tugas penangkapan, penindakan, dan pemulihan yang dalam perspektif hukum dapat dimaknai sebagai sebagai tindakan intelijen, penyelidikan, penyidikan, bahkan sampai dengan tindakan pemulihan.

Tindakan penangkalan atau pencegahan radikalisme dikhawatirkan dapat melampaui kewenangan dan tugas pokok TNI sendiri serta berpotensi berbenturan dengan instansi lain seperti BNPT. (sumber)